Rabu, 28 April 2021

Makalah Putusan dan Upaya Hukum

Putusan dan Upaya Hukum

Disusun Untuk Memenuhi Tugas UTS
Mata Kuliah : Hukum Acara Perdata
Dosen: Dr. Supriyadi, S.H, M.H

Disusun Oleh
Faza Al Muttaqin (1920110037)

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI KUDUS
FAKULTAS SYARIAH
PROGRAM STUDI HUKUM KELUARGA ISLAM 
TAHUN 2021


Kata Pengantar

Dengan segala puji yang kita haturkan kehadirat Allah swt. Yang telah memberikan kesehatan jasmani dan rohani. sehingga dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Putusan dan Upaya hukum” dengan lancar tanpa suatu halangan apapun. tujuanpemakalah menbuat makalah ini,agar pembaca dapat memahami bagaimana dan apa saja yang terkait dalam Hukum Acara Perdata yang ada di Indonesia.
Selesainya makalah ini tidak lepas dari bantuan lain-lain,oleh karena itu pemakaalah mengucapkan terima kasih banyak kepada Bapak Dr. Supriyadi, S.H.,M.H. selaku dossen pengampuh mata kuliah Hukum Acara Perdata, dan orang tua yang selalu memotivasi  dalam setiap langkah.
Sebelumnya pemakalah meminta maaf jika ada kesalahan kata dalam makalah ini.oleh karena itu,kritik dan saran yang bersifat membangun sangat pemakalah harapkan agar kedepannya menjadi lebih baik.
TERIMA KASIH…….

DAFTAR ISI

Halaman Judul
Kata pengantar
Daftar Isi
Bab I Pendahuluan
    A. Latar Belakang
    B. Rumusan Masalah
    C. Tujuan Masalah
Bab II Pembahasaan
    A. Pengertian Putusan
    B. Asas Asas Dalam Putusan
    C. Kekuatan Putusan
    D. Formulasi Putusan
    E. Jenis Jenis Putusan
    F. Upaya Hukum
Bab III Penutup
    A. Kesimpulan
Daftar Pustaka







BAB I
Pendahuluan

A. Latar belakang
        
        Putusan Pengadilan merupakan suatu produk hukum berupa Putusan yang dikeluarkan oleh Hakim dan merupakan pernyataan sebagai pejabat Negara yang berwenang, diucapkan dimuka sidang yang hasil akhirnya adalah untuk mengakhiri sengketa perkara antar pihak yang bersengketa. Putusan juga merupakan suatu pernyataan yang memiliki kekuatan hukum mengikat yang diatur dalam undang undang untuk dipatuhi dan dijalani. Pengambilan keputusan sangat diperlukan oleh hakim dalam menentukan putusan yang akan dijatuhkan kepada para pihak yang bersengketa baik pihak yang menggugat haknya yakni penggugat maupun pihak yang digugat hak dan kepentingannya yakni tergugat.. Hakim harus dapat mengolah dan memproses data-data yang diperoleh selama proses persidangan dalam hal ini alat bukti tertulis, keterangan saksi, pengakuan, persangkaan, dan sumpah, maupun keterangan ahli (expertise) dan pemeriksaan setempat. Sehingga keputusan yang akan dijatuhkan kepada para pihak yang bersengketa dapat didasari oleh rasa tanggung jawab, keadilan, kebijaksanaan, profesionalisme dan bersifat obyektif.
B. Rumusan Masalah  
  1.    Apakah yang dimaksud dengan putusan dalam Hukum Acara Perdata?
  2. Apa sajakah asas-asas dalam Putusan Hakim?
  3.   Seperti apa kekuatan dari sebuah putusan?
  4.  Bagaimanakah bentuk atau formulasi dari sebuah putusan?

  5.  Bagaimana bentuk  atau jenis-jenis dari putusan?

  6.  Bagaimanakah upaya hukum terhadap putusan hakim?

C. Tujuan Masalah 
  1. Mengetahui apa itu putusan dalam Hukum Acara Perdata
  2. Mengetahui Asas - Asas dalam Putusan Hakim
  3. Mengetahui seperti apa kekuatan dari Putusan
  4.  Mengetahui bentuk dari sebuah Putusan
  5. Mengetahui jenis Jenis dari putusan
  6. Mengetahui Upaya Hukum Terhadap Putusan Hakim
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Putusan
        
        Sesuai ketentuan Pasal 178 HIR, Pasal 189 RBg, apabila pemeriksaan perkara selesai, Majelis Hakim karena jabatannya melakukan musyawarah untuk mengambil putusan yang akan dijatuhkan. Menurut Penjelasan Pasal 60 Undang-Undang No. 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama, Putusan adalah keputusan Pengadilan atas perkara gugatan berdasarkan adanya suatu   sengketa.
    Menurut Sudikno Mertokusumo, putusan hakim adalah suatu pernyataan yang oleh hakim, sebagai pejabat negara yang diberi wewenang untuk itu, diucapkan di persidangan dan bertujuan untuk mengakhiri atau menyelesaikan suatu perkara atau sengketa antara para pihak.
     Menurut Soeparnono, putusan adalah pernyataan hakim sebagai pejabat negara yang melaksanakan tugas kekuasaan kehakiman yang diberi wewenang untuk itu yang diucapkan di persidangan dan bertujuan untuk menyelesaikan perkara. Hal senada disampaikan oleh Yahya Harahap, yakni putusan akhir adalah tindakan atau perbuatan hakim,  sebagai penguasa atau pelaksana kekuasaan kehakiman untuk menyelesaikan dan mengakhiri sengketa yang terjadi di antara pihak yang berperkara.
     Berdasarkan pengertian di atas, unsur putusan adalah:

a.       Pernyataan hakim yang diberi wewenang oleh negara;

b.       Diucapkan di muka persidangan; dan

c.      Bertujuan untuk menyelesaikan atau memutus suatu perkara.

Dalam membuat keputusan pengadilan, seorang hakim dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu :

a.    Faktor hakim itu sendiri, misalnya adalah kepribadiannya, intelegensi, suasana hati.

b.    Faktor opini publik yang tertulis dalam media massa ketika sidang tengah berlangsung.

c.  Faktor pengacara, misalnya performance dan gaya bicara yang meyakinkan juga memberikan pengaruh terhadap putusan hukuman.

d.     Faktor terdakwa, misalnya jenis kelamin terdakwa, ras dan kemampuan bicara.


B. Asas Asas Dalam Putusan


Dalam suatu putusan terdapat asas yang harus ditegakkan, agar putusan yang dijatuhkan tidak mengandung cacat, yang selanjutnya dijelaskan dalamPasal 178 HIR, Pasal 189 RBg dan Pasal Undang-Undang No. 4 Tahun 2004 tentang Kekuasaan kehakiman

1.           Memuat Dasar Alasan yang Jelas dan Rinci

Menurut asas ini, putusan yang dijatuhkan harus berdasarkan pertimbangan yang jelas dan cukup. Putusan yang tidak memenuhi ketentuan ini dikategorikan putusan yang tidak cukup pertimbangan (onvol doen de gemotiveerd). Alasan-alasan hukum yang menjadi dasar pertimbangan bertitik tolak dari ketentuanPasal 25 UU No. 4 Tahun 2004 dan Pasal 178 ayat (1) HIR: 

a.    pasal-pasal tertentu peraturan perundang-undangan

b.       Hukum kebiasaan;

c.        Yurisprudensi;

d.       Doktrin hukum.

  2.           Wajib Mengadili Seluruh Bagian Gugatan

          Asas ini digariskan dalam Pasal 178 ayat (2) HIR, Pasal 189 ayat (2) RBG dan Pasal 50 Rv. Menurut ketentuan ini, putusan yang dijatuhkan pengadilan harus secara total dan menyeluruh memeriksa dan mengadili setiap gugatan yang diajukan. Hakim tidak boleh hanya memeriksa dan memutus sebagian saja, dan mengabaikan gugatan selebihnya.

3.           Tidak Boleh Mengabulkan Melebihi Tuntutan

Asas ini digariskan Pasal 178 ayat (3) HIR, Pasal 189 ayat (3) RBG dan Pasal 50 Rv. Menurut ketentuanini, putusan yang dijatuhkan pengadilan tidakboleh mengabulkan melebihi tuntutan yang dikemukakan dalam gugatan (ultra petitum partium). Hakim yang memutus melebihi tuntutan merupakan tindakan melampaui batas kewenangan (beyond the powers of this authority), sehingga putusannya cacat hukum. Larangan hakim menjatuhkan putusan melampaui batas wewenangnya ditegaskan juga dalam Putusan MA No. 1001 K/Sip/1972.  Dalam putusan mengatakan bahwa hakim dilarang mengabulkan hal-hal yang tidak diminta atau melebihi dari apa yang diminta.

4.           Diucapkan di Sidang Terbuka Untuk Umum

            Menurut Pasal 20 UU No. 4 Tahun 2004, semua putusan pengadilan hanya sah dan mempunyai kekuatan hukum apabila diucapkan dalam siding terbuka untuk umum. Tujuan dari ketentuan iniuntuk menghindari putusan pengadilan yang an fair trial . Selain itu, menurut SEMA No. 04 Tahun 1974, pemeriksaan dan pengucapan putusan hanya sah dan mempunyai kekuatan hukum apabila dilakukan dalam siding pengadilan.

C. Kekuatan Putusan

Dalam HIR tidak mengatur tentang kekuatan putusan hakim. Putusan mempunyai 3 (tiga) macam kekuatan:

1.           Kekuatan Mengikat

Suatu putusan dimaksudkan untuk dapat melaksanakan atau merealisasikan suatu hak secara paksa. Sehingga, putusan hakim mempunyai kekuatan hukum mengikat para pihak (Pasal 1917 BW). Kekuatan mengikat ini karena kedua pihak telah bersepakat untuk menyerahkan kepada pengadilan untuk menyelesaikan sengketa yang terjadi antara mereka, maka dengan demikian kedua pihak harus tunduk terhadap putusan yang dibuat oleh pengadilan atau hakim. 

2.           Kekuatan Pembuktian

Suatu putusan dituangkan dalam bentuk tertulis, yang merupakan akta otentik dimaksudkan untuk dapat digunakan sebagai alat bukti para pihak, yang mungkin diperlukannya untuk mengajukan banding, kasasi, atau pelaksanaannya.

3.           Kekuatan Eksekutorial

Suatu putusan dimaksudkan untuk menyelesaikan suatu persoalan atau sengketa dan menetapkan hak dan hukumnya.

D. Formulasi Putusan
    Di dalam HIR tidak ada ketentuan yang mengatur tentang bagaimana putusan hakim harus dibuat. Hanyalah tentang apa harus dimuat di dalam putusan diatur dalam Pasal 183, 184, 187, HIR, (Pasal 194, 195, 198 Rbg), Pasal 25 UU No. 4 Tahun 2004.

a.       Kepala putusan, memiliki kekuatan eksekutorial kepada putusan pengadilan. Pencantuman kata-kata “Demi Keadilan Berdasarkan Ketuhanan  Yang Maha Esa” dalam putusan pengadilan oleh pembuat Undang-Undang  juga dimaksudkan agar hakim selalu menginsafi, bahwa karena sumpah jabatannya ia tidak hanya bertanggung jawab pada hukum, diri sendiri, dan kepada rakyat, tetapi juga bertanggung jawab kepada Tuhan Yang Maha Esa (Penjelasan Umum angka 6 UU No.14/1970).

b.       Identitas pihak-pihak yang berperkara, dalam putusan pengadilan identitas pihak penggugat, tergugat dan turut tergugat harus dimuat secara jelas, yaitu nama, alamat, pekerjaan, dan sebagainya serta nama kuasanya kalau yang bersangkutan menguasakan kepada orang lain.

c.       Pertimbangan (alasan-alasan), dalam putusan pengadilan terhadap perkara perdata terdiri atas 2 (dua) bagian, yaitu :

            i.        Pertimbangan tentang duduk perkaranya (feitelijkegronden), adalah bukan pertimbangan dalam arti sebenarnya, oleh karenanya pertimbangan tersebut hanya menyebutkan apa yang terjadi didepan pengadilan. Sering kali dalam prakteknya gugatan penggugat dan jawaban tergugat dikutip secara lengkap, padahal dalamPasal 184 HIR/Pasal 195 RBg menentukan bahwa setiap putusan pengadilan dalam perkara perdata harus memuat ringkasan gugatan dan jawaban dengan jelas.

            ii.    Pertimbangan tentang hukumnya (rechts gronden), adalah pertimbangan atau alasan dalam arti yang sebenarnya, pertimbangan hukum inilah yang menentukan nilai dari suatu putusan pengadilan, yang penting diketahui oleh pihak-pihak yang ber perkara dan hakim yang meninjau putusan tersebut dalam pemeriksaan tingkat banding dan tingkat kasasi.

d.       Amar Putusan, dalam gugatan penggugat ada yang namanya petitum, yakni apa yang dituntut atau diminta supaya diputuskan oleh hakim. Jadi Amar putusan (diktum) itu adalah putusan pengadilan merupakan jawaban terhadap petitum dalam gugatan penggugat.

E. Jenis Jenis Putusan

1.       Putusan akhir, adalah putusan yang mengakhiri suatu sengketa atau perkara dalam suatu tingkatan peradilan tertentu. Putusan akhir berdasarkan sifatnya dibagi atas:

a.       Putusan Condemnatoir adalah putusan yang bersifat menghukum pihak yang dikalahkan untuk memenuhi prestasi.

b.       Putusan Constitutif adalah putusan yang meniadakan atau mencipatakan suatu keadaan hukum, mislanya pemutusan perkawinan, pengangkatan wali, pernyataan pailit, dan lain-lain.

c.       Putusan Declaratoir adalah putusan yang isinya bersifat menerangkan atau menyatakan apa yang sah.

2.       Putusan sela atau putusan antara atau bukan putusan akhir

Pasal 48 Rv juga membedakan putusan antara:

a.       Putusan Praeparatoir adalah putusan sebagai persiapan putusan akhir, tanpa mempunyai pengaruh atas pokok perkara atau putusan akhir.

b.       Putusan Interlocutoir adalah putusan yang isinya memerintahkan pembuktian, misalnya pemeriksaan untuk pemeriksaan saksi atau pemeriksaan setempat.

Pasal 332 Rv juga mengenal pembedaan atas bukan putusan akhir, yaitu:

a.      Putusan Insidentil adalah putusan yang berhubungan dengan insiden, yaitu peristiwa yang menghentikan prosedur peradilan biasa.

b.      Putusan Provisionil adalah putusan yang menjawab tuntutan provisional, yaitu permintaan pihak yang bersangkutan agar sementara diadakan tindakan pendahuluan guna kepentingan salah satu pihak, sebelum putusan akhir dijatuhkan.

F. Upaya Hukum Terhadap Putusan
    Suatu putusan tidaklah luput dari suatu kesalahan maupun kekhilafan. Sehingga bagi setiap putusan tersedia upaya hukum, yaitu upaya atau alat untuk mencegah atau memperbaiki kekeliruan dalam suatu putusan.

1.       Upaya hukum biasa, pada asasnya terbuka untuk setiap putusan selama tenggang waktu yang ditentukan oleh undang-undang. Upaya hukum ini bersifat menghentikan pelaksanaan putusan untuk sementara.

a.       Perlawanan (verset), yaitu upaya hukum terhadap putusan yang dijatuhkan di luar hadirnya Tergugat (Pasal 125 ayat 3 jo. 129 HIR, 149 ayat 3 jo. 153 Rbg), yang mana biasanya sebagai pihak yang dikalahkan.

b.       Banding, yaitu upaya hukum terhadap putusan, dimana salah satu pihak dalam suatu perkara tidak menerima suatu putusan karena merasa hak-haknya terserang oleh adanya putusan tersebut, atau menganggap putusan tersebut kurang benar atau kurang adil.

c.       Prorogasi, yaitu upaya hukum dimana para pihak yang bersengketa sepakat untuk mengajukan sengketa tersebut kepada hakim yang tidak berwenang memeriksa sengketa tersebut, yaitu kepada hakim dalam tingkatan peradilan yang lebih tinggi, misalnya pada Pengadilan tingkat banding sebagai badan pengadilan tingkat pertama.

d.       Kasasi, yaitu upaya hukum untuk memintakan pembatalan putusan atas penetapan pengadilan-pengadilan dari semua lingkungan peradilan dalam tingkat peradilan terakhir, berdasarkan Pasal 29, 30 Undang-Undang No. 5 Tahun 2004

2.       Upaya hukum istimewa atau luar biasa, pada dasarnya hanya diberikan dan dibolehkan dalam hal-hal tertentu yang disebut dalam undang-undang saja.

a.       Peninjauan kembali, adalah upaya hukum istimewa yang dapat diajukan oleh salah satu pihak apabila berdasarkan alasan-alasan berikut, seperti yang disebutkan dalam Pasal 67 Undang-Undang No. 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung:

1.       Apabila putusan didasarkan pada suatu kebohongan atau tipu muslihat pihak lawan yang diketahui setelah perkaranya di putus atau didasarkan pada bukti-bukti yang kemudian oleh hakim pidana dinyatakan palsu;

2.       Apabila setelah perkara diputus, ditemukan surat-surat bukti yang bersifat menentukan yang pada waktu diperiksa tidak dapat ditemukan;

3.       Apabila telah dikabulkan suatu hal yang tidak dituntut atau lebih dari pada yang dituntut;

4.       Apabila mengenai suatu bagian dari tuntutan belum di putus tanpa dipertimbangkan sebab-sebabnya;

5.       Apabila mengenai pihak-pihak yang sama mengenai suatu soal yang sama, atau dasar yang sama oleh pengadilan yang sama atau sama tingkatnya telah diberikan putusan yang bertentangan satu dengan yang lain; dan

6.       Apabila dalam suatu putusan terdapat suatu kekhilafan hakim atau suatu kekeliruhan yang nyata.

b.       Perlawanan pihak ketiga (derden verzet), yaitu upaya hukum yang dapat ditempuh apabila terdapat pihak ketiga yang hak-haknya dirugikan secara nyata oleh suatu putusan, bukan hanya kepentingan pihak ketiga tersebut yang dirugikan.


BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN

Menurut Sudikno Mertokusumo, putusan hakim adalah suatu pernyataan yang oleh hakim, sebagai pejabat negara yang diberi wewenang untuk itu, diucapkan di persidangan dan bertujuan untuk mengakhiri atau menyelesaikan suatu perkara atau sengketa antara para pihak.

Dalam suatu putusan terdapat asas yang harus ditegakkan, agar putusan yang dijatuhkan tidak mengandung cacat, yang selanjutnya dijelaskan dalam Pasal 178 HIR, Pasal 189 RBg dan Pasal Undang-Undang No. 4 Tahun 2004 tentang Kekuasaan kehakiman.

Dalam HIR tidak mengatur tentang kekuatan putusan hakim. Putusan mempunyai 3 (tiga) macam kekuatan:

1.           Kekuatan Mengikat

2.           Kekuatan Pembuktian

3.           Kekuatan Eksekutorial

Di dalam HIR tidak ada ketentuan yang mengatur tentang bagaimana putusan hakim harus dibuat. Hanyalah tentang apa harus dimuat di dalam putusan diatur dalam Pasal 183, 184, 187, HIR, (Pasal 194, 195, 198 Rbg), Pasal 25 UU No. 4 Tahun 2004.

Pasal 185 ayat 1 HIR (pasal 196 ayat 1 Rbg) membedakan putusan antara:

1.           Putusan Akhir

2.           Putusan sela atau putusan antara atau bukan putusan akhir

Upaya hukum terhadap Putusan antara lain :

1.           Upaya hukum biasa

2.           Upaya hukum istimewa

DAFTAR PUSTAKA

BUKU:

SudiknoMertokususmo. (2009). Hukum Acara Perdata Indonesia. Penerbit Liberty: Yogyakarta

Yahya Harahap. (2008). Hukum Acara Perdata. PenerbitSinarGrafika: Jakarta

INTERNET

http://etd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/95572/potongan/S2-2016-358455-chapter1.pdf&ved=0ahUKEwjMntrS-u_XAhUK148KHZMIDP4QFghWMAc&usg-AOvVaw3osRwk2Qa6UO7KyJPq3Fj7

http://lib.ui.ac.id/file%3Ffile%3Ddigital/122996-PK%250III%2520656.8264-Penerapan%2520uitvoerbaar-Liteatur.pdf&ved=0ahUKEwiDmLPr-u_XAhUZTI8KHWSJAkQQFghSMAY&usg=AOvVaw1RnqgU65BKYM4nRM1EWNWF



Tidak ada komentar:

Posting Komentar